CILEGONSATU.ID – Di sebuah desa kecil bernama Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969, lahirlah seorang perempuan yang kelak menjadi simbol keberanian dan keadilan.
Namanya Marsinah. Ia tumbuh sebagai anak desa yang sederhana, namun memiliki semangat belajar dan kepedulian yang besar terhadap sesama.
Setelah menamatkan pendidikan menengahnya, Marsinah bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS) di Sidoarjo.
Ia bukan buruh biasa. Diam-diam, Marsinah mencatat, membaca, dan memahami hak-hak buruh yang selama ini terabaikan. Ia menyadari bahwa banyak ketidakadilan terjadi di sekitarnya, mulai dari upah yang tidak sesuai hingga perlakuan yang merendahkan martabat para pekerja.
Pada Mei 1993, ketika perusahaan tidak mengikuti ketentuan pemerintah tentang kenaikan upah minimum, Marsinah dan rekan-rekannya menggelar mogok kerja. Dalam suasana tekanan dan ketakutan, ia tetap bersuara. Ia bukan hanya memperjuangkan haknya sendiri, tetapi juga hak ratusan buruh lainnya.
Keberanian Yang Dibayar Mahal
Beberapa hari setelah aksi mogok, Marsinah diculik oleh orang yang tak dikenal. Pada 8 Mei 1993, jasadnya ditemukan di hutan Wilangan, Nganjuk. Tubuhnya menunjukkan bekas penyiksaan yang sangat kejam.
Kematian Marsinah mengguncang hati banyak orang. Ia menjadi wajah dari ketidakadilan, tetapi juga suara yang tak pernah benar-benar padam. Meski jasadnya telah tiada, semangatnya terus hidup dalam setiap perjuangan buruh, dalam setiap seruan keadilan yang tak kenal takut.
Profil Marsinah
Berikut adalah profil singkat tentang Marsinah, salah satu simbol perjuangan buruh dan keadilan di Indonesia:
Nama: Marsinah
Lahir: 10 April 1969, Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur
Wafat: Mei 1993, ditemukan tewas di hutan Wilangan, Nganjuk
Pekerjaan: Buruh pabrik PT Catur Putra Surya (CPS), Sidoarjo, Jawa Timur
Pendidikan: Lulusan SMA, dikenal cerdas dan kritis
Aktivisme: Aktif memperjuangkan hak-hak buruh, terutama terkait upah dan kondisi kerja
Perjuangan dan Kematian
Marsinah terlibat aktif dalam aksi mogok kerja buruh di pabrik tempat ia bekerja, menuntut kenaikan upah sesuai ketentuan pemerintah.
Setelah mogok buruh pada awal Mei 1993, Marsinah diculik oleh pihak yang tidak dikenal. Beberapa hari kemudian, jenazahnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan.
Hasil autopsi: Menunjukkan tanda-tanda penyiksaan berat sebelum kematian.
Kasus ini: Menjadi simbol pelanggaran HAM di era Orde Baru dan menunjukkan represi terhadap aktivisme buruh.
Warisan dan Pengaruh
• Marsinah kini dikenang sebagai ikon perjuangan buruh perempuan.
• Namanya diabadikan dalam berbagai penghargaan dan organisasi hak asasi manusia.
• Kasusnya belum pernah diusut tuntas secara adil, menjadikannya simbol perjuangan keadilan yang belum selesai di Indonesia.
Marsinah bukan hanya korban. Ia adalah pahlawan. Dalam diamnya, ia berteriak keras tentang hak, martabat, dan keberanian untuk melawan ketidakadilan. Namanya abadi sebagai simbol perlawanan rakyat kecil yang tak menyerah. (Red)
Penulis : Er Abe
Editor : Redaksi