Oleh: Ayatullah Khumaeni

Kader Partai Golkar & Ketua Dewan Kebudayaan Kota Cilegon

Enam puluh satu tahun. Sebuah perjalanan panjang bagi sebuah partai politik, dan mungkin hanya sekejap bagi sejarah bangsa yang terus bergerak. Namun bagi saya, kader kecil yang tumbuh bersama warna kuning pohon beringin, angka 61 ini bukan sekadar peringatan, melainkan renungan tentang makna pengabdian dan akar kebudayaan yang menopang langkah Partai Golkar selama lebih dari enam dekade.

Saya percaya, Golkar tidak lahir hanya dari kebutuhan politik, tetapi dari denyut kehidupan rakyat Indonesia yang mencintai keteraturan, kerja keras, dan keseimbangan. Di setiap getarannya, saya merasakan ada nilai-nilai budaya yang hidup, gotong royong, kesetiaan, dan kejujuran. Nilai yang kini kian langka dalam hiruk-pikuk politik modern.

Sebagai seorang yang bergiat dalam kebudayaan, saya melihat politik bukan sekadar perebutan kekuasaan, tapi ruang pengabdian untuk menjaga martabat manusia. Politik yang berakar pada kebudayaan akan menumbuhkan kearifan, sementara kebudayaan yang didukung oleh politik akan menemukan jalannya untuk menghidupkan nilai-nilai luhur bangsa.

Di Cilegon, kota industri yang terus tumbuh di tengah dinamika zaman, semangat Partai Golkar terasa nyata dalam kerja keras warganya. Mereka yang setiap hari berpeluh, yang menghidupi keluarga dengan tangan yang jujur, merekalah cermin dari nilai Golkar yang sesungguhnya: kerja nyata untuk rakyat.

Saya belajar bahwa menjadi kader Golkar bukan hanya soal mengenakan atribut, melainkan tentang menjaga akar nilai di tengah badai kepentingan. Tentang bagaimana beringin itu tetap berdiri tegak meski angin zaman berganti. Karena kekuatan Golkar bukan hanya pada struktur organisasinya, tetapi pada nilai-nilai budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Kini, di usia 61 tahun, saya ingin memaknai ulang arti menjadi kader. Bahwa setia bukan berarti diam, dan mengabdi bukan berarti tunduk. Kita harus berani menjaga nilai-nilai kebaikan, memperjuangkan kebudayaan, dan menanam harapan di tanah politik yang sering gersang.

Saya percaya, selama Golkar masih berakar pada kebudayaan, ia akan terus hidup, meneduhkan rakyat, menumbuhkan peradaban, dan mengajarkan bahwa politik sejati adalah jalan panjang pengabdian.

Selamat ulang tahun ke-61, Partai Golkar. Semoga beringin ini tetap hijau, teduh, dan kokoh. Bukan karena kekuasaan, tapi karena akar kebudayaannya yang dalam. (***)